Minggu, 08 November 2015

Ekosemen


Jepang  telah  berhasil  mengubah  sampah  menjadi  produk  semen  yang kemudian    dinamakan    ekosemen.    Kata    ekosemen    sendiri    diambil    dari  penggabungan kata “ekologi” dan “semen”. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti  Jepang  (yang  tergabung  dalam  NEDO)  telah  meneliti  kemungkinan  abu hasil pembakaran sampah dan endapan air kotor sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian  tersebut  diketahui  bahwa  abu  hasil  pembakaran  sampah  mengandung unsur  yang  sama  dengan  bahan  dasar  semen  pada  umumnya.  Pada  tahun  2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi semen resmi beroperasi di Chiba.

Di  Jepang,  sampah  terbagi  menjadi  tiga  macam,  salah  satunya  adalah sampah  terbakar  (terdiri  atas  sampah  organik,  kertas,  dll)  dan  sampah  tidak terbakar  (plastik,  dll).  Setiap  tahunnya,  penduduk  Jepang  membuang  sekitar  37 juta ton untuk sampah terbakar. Kemudian sampah tersebut dibakar (diinsenerasi) dan  menghasilkan  abu  (inceneration  ash)  mencapai  6  ton/tahunnya.  Dari  abu inilah  kemudian  dijadikan  sebagai  bahan  dari  pembuatan  ekosemen.  Abu  ini  dan endapan  air  kotor  mengandung  senyawa -senyawa  dalam  pembentukan  semen biasa  yaitu  senyawa - senyawa  oksida  seperti  CaO,  SiO2,  Al2O3,  dan  Fe2O3.  Oleh karena  itu,  abu  insenerasi  ini  dapat  berfungsi  sebagai  pengganti  clay  (tanah  liat)yang digunakan dalam pembentukan semen biasa.


Proses pembuatan ekosemen


Pada  pembuatan  ekosemen,secara  prinsip  sama  dengan  pembuatan  semen biasa.  Perbedaannya  terletak  pada  abu  insenerasi,  sewage  sludge,  dan  limbah lainnya  yang  digunakan  sebagai pengganti clay  dan  sebagian  limestone.  Adapun prosesnya sebagai berikut :
1.      Reprocessing
Raw  material  (inceneration  ash  dan  endapan  air  kotor  rumah  tangga) diproses  terlebih  dahulu,  seperti  dengan  pengeringan  (drying),  crushing, dan  logam  yang  masih  terkandung  dalam  raw  material  dipisahkan  dan didaur ulang.
2.      Raw Material Drying and Pulverizing
Setelah  dikeringkan,  raw  material  dihancurkan  pada  raw  grinding/drying mills bersamaan dengan natural raw material.
3.      Raw Material Mixing
Kemudian dimasukkan ke dalam homogenizing tank bersamaan dengan fy ash  (abu  yang  dihasilkan  dari  pembangkit  listrik  batubara)  dan  blast furnance  slag  (limbah  yang  dihasilkan  industri  besi). Dua  homogenizing tank  ini  dimasukkan  untuk  memperoleh  penentuan  komposisi  kimia  yang diinginkan.
4.      Firing
Setelah itu dimasukkan ke dalam rotary kiln untuk kemudian dibakar pada suhu  diatas  1350°C.  Pada  proses  ini,  dioksin  dan  senyawa  berbahaya lainnya yang terkandung pada inceneration ash akan terurai dengan aman. Gas  limbah  dari  rotary  kiln  kemudian  didinginkan  secara  cepat  hingga  suhu  200°C  untuk  mencegah  terbentuknya  dioksin  kembali.  Pada  proses ini  pula  logam  berat  yang  masih  terkandung  dipisahkan  dan  dikumpulkan ke  dalam  bag  filter  sebagai  debu  yang  mengandung  klorin.  Debu  ini kemudian  dialirkan  ke  Heavy  Metal Recovery  Process.  Pada  proses  ini, klorinyang masih terkandung akan dihilangkan dan menghasilkan sebuah articial  ore  seperti  tembaga  dan  timbal  yang  kemurniaannya mencapai 35%  atau  lebih.  Pada  proses  firing  ini  akan  menghasilkan  clinker  yang kemudian dikirim ke clinker tank.
5.       Product Pulverizing Process
Gipsum   ditambahkan   bersama   clinker   dan   campuran   tersebut   akan dihancurkan  pada  finish  mills  yang  kemudian  akan  menghasilkan  produk ekosemen.
Hingga   saaat   ini   terdapat   dua   macam   tipe   ekosemen   (berdasarkan penambahan  alkali  dan kandungan klorin)  yaitu  tipe  biasa  dan  tipe  pengerasan cepat. Ekosemen tipe biasa mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan semen portland   biasa.   Tipe   semen   ini   digunakan   sebagai bahan   campuran   beton. Sedangkan  ekosemen  tipe  kedua  memiliki  kekuatan  beton  dan  pengerasan  yang lebih  cepat  dibanding  semen  portland  tipe  high  early  strength.  Ekosemen  tipe  ini digunakan   pada architectural   block,   exterior   wall   material,   roof   material,   wave dissipatingconcrete block, dll.

Yang  menjadi  masalah adalah  kandungan  Cl  yang  begitu  tinggi  pada  abu insenerasi  dan  logam  berat  yang  dikandung  yang  dapat  mengakibatkan  masalah pada  sistem  operasi  dan  mengurangi  kualitas  dan  pengamanan  material  pada semen. Sedangkan kandungan CaO  yang masih kurang pada abu insenerasi dapat dicukupi dengan penambahan batu kapur. Dalam pembuatan ekosemen ini, klorin dan  logam  berat  yang  terkandung  pada  abu  insenerasi  akan  diekstrak  menjadi bijih tiruan yang kemudian didaur ulang. Plastik  vinil  yang  terdapat  dalam  sampah  pada proses  pembakaran  akan mengakibatkan  kekuatan  kronkit  ekosemen  akan  berkurang.  Hal  ini  diakibatkan oleh  adanya  gas  Cl2 hasil  penguraian  plastik  vinil  yang  dapat  mempengaruhi kekuatan  konkrit  ekosemen.  Sehingga  pemisahan  sampah  sangatlah  penting, khususnya sampah plastik


Manfaat Ekosemen


Dengan adanya pengubahan  sampah menjadi semen,  menambah alternatif pengolahan  sampah yang  lebih  bernilai  ekonomis,  dan  biaya  pengolahan  sampah di Jepang  menjadi  lebih  murah.  Selain  itu,  teknologi  ekosemen  juga  ramah lingkungan.   Pada   pembuatan   ekosemen,   sebagian   CaO   diperoleh   dari   abu insenerasi  sehingga  mengurangi  penggunaan  batu  kapur  yang  selama  ini  menjadi polusi gas CO2


Sumber :
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196802161994022-SOJA_SITI_FATIMAH/Kimia_industri/PRODUKSI_SEMEN.pdf

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar